Selasa, 26 April 2011

Jali-jali

Jali-Jali - Provinsi DKI Jakarta ::: Lirik Lagu Daerah Musik Nasional Tradisional Indonesia

ini dia si jali-jali
lagunya enak lagunya enak merdu sekali
capek sedikit tidak perduli sayang
asalkan tuan asalkan tuan senang di hati

palinglah enak si mangga udang
hei sayang disayang pohonnya tinggi pohonnya tinggi buahnya jarang
palinglah enak si orang bujang sayang
kemana pergi kemana pergi tiada yang m'larang

disana gunung disini gunung
hei sayang disayang ditengah tengah ditengah tengah kembang melati
disana bingung disini bingung sayang
samalah sama samalah sama menaruh hati

jalilah jali dari cikini sayang
jali-jali dari cikini jalilah jali sampai disini

Apa itu Gambang Kromong????

Gambang Kromong

Salah satu musik khas dari kesenian Betawi yang paling terkenal adalah Gambang Kromong, dimana dalam setiap kesempatan perihal Betawi, Gambang Kromong selalu menjadi tempat yang paling utama. Hampir setiap pemberitaan yang ditayangkan di televisi, Gambang Kromong selalu menjadi ilustrasi musiknya.

Kesenian musik ini merupakan perpaduan dari kesenian musik setempat dengan Cina. Hal ini dapat dilihat dari instrumen musik yang digunakan, seperti alat musik gesek dari Cina yang bernama Kongahyan, Tehyan dan Sukong. Sementara alat musik Betawi antara lain; gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong.

Kesenian Gambang Kromong berkembang pada abad 18, khususnya di sekitaran daerah Tangerang. Bermula dari sekelompok grup musik yang dimainkan oleh beberapa orang pekerja pribumi di perkebunan milik Nie Hu Kong yang berkolaborasi dengan dua orang wanita perantauan Cina yang baru tiba dengan membawa Tehyan dan Kongahyan.

Pada awalnya lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu Cina, pada istilah sekarang lagu-lagu klasik semacam ini disebut Phobin. Lagu Gambang Kromong muatan lokal yang masih kental unsur klasiknya bisa didengarkan lewat lagu Jali-Jali Bunga Siantan, Cente Manis, dan Renggong Buyut.

Pada tahun 70an Gambang Kromong sempat terdongkrak keberadaannya lewat sentuhan kreativitas "Panjak" Betawi legendaris "Si Macan Kemayoran", Almarhum H. Benyamin Syueb bin Ji'ung. Dengan sentuhan berbagai aliran musik yang ada, jadilah Gambang Kromong seperti yang kita dengar sekarang. Hampir di tiap hajatan atau "kriya'an" yang ada di tiap kampung Betawi, mencantumkan Gambang Kromong sebagai menu hidangan musik yanh paling utama.

Seniman Gambang Kromong yang dikenal selain H. Benyamin Syueb adalah Nirin Kumpul, H. Jayadi dan bapak Nya'at.

Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan musik ini menjadi "terengah-engah" antara hidup dan mati (dalam tabel yang dibuat Yahya AS termasuk dalam kondisi "sedang"). Musik ini hanya terdengar di antara bulan Juni saja, yaitu sewaktu hari ulang tahun Jakarta. padahal tanggal dan tahun kelahiran kota jakarta saja belum jelas pastinya. Itupun di tempat-tempat tertentu, seperti di Setu Babakan misalnya.

Diperlukan pembinaan dan pelestarian berkelanjutan seni musik Gambang Kromong ini, khususnya bagi generasi muda Betawi. Kepedulian generasi muda Betawi terhadap keseniannya (seni musik dan seni silat) hendaknya harus melebihi generasi muda di daerah lainnya, karena keberadaan etnis Betawi itu sendiri yang berada di ibu kota Jakarta sebagai etalase kebudayaan Indonesia.



Rabu, 24 November 2010

Musik Dangdut

angdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.

Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh bunyi dang dan ndut. Nama ini sebetulnya adalah sebutan sinis dalam sebuah artikel majalah awal 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat kelas pekerja saat itu.

Contoh Musik Dangdut:

Kopi Dangdut

By : Fahmi Shahab

Kala kupandang kerlip bintang nun jauh disana

Saat kudenger melodi cinta yang menggema

Terasa kembali gelora jiwa mudaku

Karna tersentuh alunan lagu semerdu kopi dangdut

Api asmara yang dahulu pernah membara

Semakin hangat bagai ciuman yang pertama

Detak jantungku seakan ikut irama

karna terlena oleh pesona alunan kopi dangdut

Irama kopi dangdut yang ceria

Menyengat hati menjadi gairah

membuat aku lupa akan cintaku yang telah lalu

Api asmara yang dahulu pernah membara

Semakin hangat bagai ciuman yang pertama

Detak jantungku seakan ikut irama

Karna terlena oleh pesona alunan kopi dangdut

Dag dig dug detak jantungku

Ser ser ser bunyi darahku

Na na na

Mengapa kamu datang lagi menggodaku

Dulu hatiku membeku

Bagaikan segumpal salju

Ku tak mau peduli

biar hitam biar putih

Melangkah berhati hati

Asal jangan nyebur ke kali


Musik seriosa

Category:Music
Genre: Classical
Artist:Pranawengrum Katamsi
Seriosa, sambil mengenang
Kaset pranawengrum katamsi "seriosa indonesia" beredar. berisi 15 lagu-lagu seriosa. jenis lagu ini dikhawatirkan nyaris hilang karena menuntut kemampuan tinggi. (ms)

SERIOSA INDONESIA
Karya: Iskandar, Mochtar Embut dll.
Penyanyi: Prana Wengrum Katamsi
Iringan piano Sunarto Sunaryo
Produksi: Irama Mas.

SEPULUH tahun silam, orang seriosa sudah pada cemas. Musik
mereka akan menghilang -- kecuali pemerintah berbuat jasa.
Benar: ketika tahun lalu acara Bintang Radio dan Televisi --
yang sebelumnya terbengkalai, meski pernah dicoba dihidupkan
lagi -- kembali digalakkan, dan seriosa juga diangkat, tampak
benar medan yang sepi itu.

Pengikut lomba ternyata sedikit. Dan pemenangnya pun, untuk
golongan wanita, dia-dia juga: Prana Wengrum Katamsi, sekarang
35 tahun, yang sebelumnya pernah jadi juara enam kali.

Dalam suasana itu juga, beredarnya kaset sang juara baru-baru
ini, yang berisi 15 lagu, masih terkesan sebagai usaha
'perjuangan'.

Memang, sebelum ini sudah muncul kaset sejenis yang mengantarkan
suara Masnun. Tapi kumpulan yang sebuah ini, dikeluarkan oleh
Lowrey Organ, dan diiringi instrumen keluaran pabrik itu pula,
masih lebih dipahami sebagai sekalian usaha promosi produk
perusahaan. Tapi baiklah. Akankah hidangan Prana Wengrum
(bersama Masnun), mampu menyibakkan keriuhan lagu pop di tanah
air, dan mendapat sedikit tempat?

Jenis "hiburan"

Orang teringat tahun-tahun 50-an dan awal 60-an, ketika lagu
seriosa bukan melulu milik "kalangan elite" seperti yang agaknya
sering diduga kini. Di zaman ketika Koes Bersaudara belum
terdengar, ketika Rahmat Kartolo atau Pepen dan Alfian baru
menginjak usia ancang-ancang, para pemuda menyanyi di kamar
mandi dengan seriosa Iskandar.

Seriosa, seperti juga dua jenis lain - langgam alias 'hiburan',
dan keroncong - memang jenis lagu "sebelum zaman band". Juga
jenis lagu yang (kadang-kadang bersama keroncong) lahir di
tengah ideologi musik sebagai benar-benar 'seni suara: Di situ
dihadapkan pertama kali tuntutan vokal, dengan tekniknya yang
khusus.

Seni itu sulit. Demikian kira-kira pandangan itu. Begitupun
seriosa. Dengarlah nomor-nomor yang dibawakan Wengrum sendiri.
Cita-Cita dari Mochtar Embut, misalnya, boleh mewakili melodi
yang sukar -- di samping memang kurang populer. Atau Embun dari
G.R.W. Sinsoe, yang di samping merdu juga boleh dianggap susah
dalam metrum. Tapi juga Puisi Rumah Bambu F.X. Sutopo, atau
bahkan umumnya nomor-nomor seriosa yang 'top' -- semuanya tampak
menjelajah kemungkinan memanfaatkan pelik-pelik prestasi vokal
itu bagi memunculkan hasil yang "ideal", tinggi, terstilir alias
tidak sehari-hari.

Dan dalam 'ujian' itu, Prana Wengrum lulus. Dari nyonya dokter
ini bisa diterima gebrakan suara yang bahkan harus dinilai
sebagai paling "meraja" - dibanding rekan-rekan lainnya. Tak
hanya keberhasilan teknis -- melewati "tikungan-tikungan
berbahaya" tanpa sedikit lejitan. Dengan hanya iringan piano
yang sugestif (Sunarto Sunaryo), suara itu telah menjadikan
semuanya hidup, gempal, dan bersih.

Di sini bedanya dengan kaset Masnun. Suaranya yang lebih gemulai
barangkali memang pantas direngkuh oleh kebasahan iringan sebuah
organ -- yang dimainkan oleh komponis Sudharnoto. Tapi di
samping "pameran vokal" tak muncul, yang berhembus kemudian
adalah suasana yang hampir adem ayem belaka.

Masnun memang seorang juara keroncong, nyanyian dengan melodi
yang lancar itu. Ketika ia membawakan nomor Embun yang sama
ciptaan Sinsoc, misalnya, kelihatan perbedaan. Pala Masnun
metrum terasa menjadi sederhana, sementara pada Wengrum
cegatan-cegatan justru merupakan tantangan yang agaknya
digemari.

Sebaliknya, sementara ucapan Masnun masih jelas, pada Wengrum
kejelasan terasa bukan menjadi yang paling penting.

Bisa dipaham. Ada crescendo, keraslemah suara yang tak biasa
dituntut dalam lagu-lagu "hiburan". Ada vibrasi yang penuh, yang
bukan sekedar alun keroncong atau cengkok Melayu. Di samping
itu stilisasi banyak dikenakan pada ucapan sendiri. Paling tidak
pada Wengrum, dua kata misalnya disatukan pengucapannya untuk
memelihara kontinuitas alun. Untung saja bukan "pembaratan"
diksi seperti pada banyak soprano lain: penambahan h di belakang
k atau t, misalnya.

Betapapun, suara Wengrum dalam kaset terhitung masih lebih jelas
-- dari misalnya suara Surti Suwandi, pendekar lain. Konsonan
tidak sampai tenggelam dalam vibrasi dan gaung. Keunggulan lain,
seperti juga pada Surti: teknik tidak terasa sebagai 'bikinan'.
Emosi lagu mengalir dengan cukup -- dan bukan sekedar
"keahlian".

Himne Tanah Air

Itu terutama penting untuk lagu-lagu yang memang terkenal merdu
dalam khazanah kita. Kisah Mawar di Malam Hari Iskandar, Derita
Sudharnoto, Tempat Bahagia Binsar Sitompul atau Lagu Untuk
Anakku Sjaiful Bachri, misalnya, dibawakan cukup utuh dengan
rohnya.

Prana Wengrum, siapa tahu, penyanyi seriosa kita yang terbagus
--yang hanya boleh ditandingi oleh misalnya Catherina
Wiriadinata, soprano opera kita yang sedikit itu. Tapi yang
lebih penting, selalu terasa ada yang bening, dan betapa pun
khusuk, di sini. Ada yang romantis dan sentimental, yang luhur
dan dikejar, ada ketulusan, dan selalu sebuah ide. Seperti juga
lagu-lagu koor atau himne tanah air kita -- yang juga tidak
dikenal angkatan sekarang.

Contoh Musik Seriosa:

SINAR PAHLAWANKU
angan menangis sayang
ini hanyalah cobaan tuhan
hadapi semua dengan senyuman
dengan senyuman dengan senyuman..

jangan menangis sayang
sinarmu tetap harus bersinar
tabahkan hatimu demi ibu
itu surgamu…

ku teriris mendengar kisahnya
bocah kecil merawat ibunya
sinar mata dan baik hatinya yg tak percaya

telah lama dia menderita
sang ayahpun meninggalkan dia
mengisi hidup hanya berdua
kuatkan semua wuoooo…

reff :
jangan menangis sayang
ini hanyalah cobaan tuhan
hadapi semua dengan senyuman
dengan senyuman.. dengan senyuman..

jangan menangis sayang
sinarmu tetap harus bersinar
tabahkan hatimu demi ibu
itu surgamu… itu surgamu…


Musik seriosa

musik populer

musik populer adalah musik yang digemari banyak orang karena lirik nya mudah diingat.
Artikel:

Musik Pop Indonesia: Satu Kebebalan Sang Mengapa

Oleh Remy Sylado
(dimuat di jurnal Prisma, Juni 1977, halaman 23-31)

Dan barangkali ini celakanya: pop sudah diterima sebagai suatu aib. Orang tak suka lama-lama menyiapkan hati pada diskusi pop, lantaran khawatir kehilangan penghargaan umum terhadap kesesungguhannya berfikir.

Tak bisa dimaki-maki orang yang mau begitu. Pop pada awalnya memang telah hadir dengan mengundang satu nyinyir di bibir. Ia musik yang terhujat dari keluarganya. Bukan semata di Indonesia. Tapi juga dimulai di Amerika, dari mana perdagangan seni model begini ditemukan orang resepnya.

Dari sudut estetika ia telah tumbang kehilangan hak jawabnya. Ia tak tahan kritik. Berhakim-hakim perikata kritik, berarti keawasan menghadapi obsesi dengan menerawangkan akal dan budi untuk melayani satu pokok perumusan kaidah, di mana kita dibawa pada hak penentuan obyektif atas pilihan baik-buruk, bagus-jelek, indah-tak indah. Namun, raja-raja pop, yaitu mereka yang telah memulai matapencaharian ini lebih kurang 20 tahun lalu lewat bengak-bengok seadanya di belakang mikrofon dengan akompanimen gitar melodi, gitar kocok, bas betot dan bedug Inggeris, ikhwalnya tidaklah pula suka memberi pertanggungjawaban kenapa musik pop jadi begitu sembarang.

Para cendekia musik yang agak punya latar-belakang klasik, mencela habis pop sebagai seni-seni yang istilah Inggeris-nya: dumb, vulgar, cheap, tasteless, rough, crude, degrading, uninspired. Tapi raja-raja pop yang sudah kayaraya karena pop, seperti Elvis Presley yang setiap kali bisa memberi hadiah Cadillac pada siapa saja yang memujanya, rupa-rupanya memang enggan memberi jawaban tentang itu.

Mudah-mudahan saja bab engganya pemusik pop memberi pertanggungjawaban, bukan sebab karena mereka bodoh, tapi karena bidang ini yang sudah biasanya memanjakan mereka untuk tidak usah panjang-panjang berfikir.

Musik pop adalah musik niaga. Maka jika pemusik pop diminta berfikir, mereka akan berfikir tentang laba. Orang yang mencipta, menyanyi, dan jadi cukong untuk merekam lagu pop, adalah orang yang tak memikirkan soal apakah yang direkamnya itu punya nilai etis, dan apakah seni itu tahan uji terhadap sebuah kritik yang artinya estetis, atau tidak. Yang difikirkannya adalah bagaimana jika rekaman itu rampung dan diiklankan selama sebulan di TVRI dengan biaya Rp 2,5 juta, lantas darinya ia mendapat laba Rp 25 juta.

Tidaklah mengherankan kalau kedudukan pop menjadi amat manja. Masyarakat memanjakan mereka. Seorang penyanyi pop di Indonesia yang sekolahnya tidak keruan yang menghafal nyanyian bahasa Inggeris dengan fasih kendati tak faham seluruh isi syair kecuali I love you-nya wungkul, telah menjadi amat manja, sebab dengan kemampuan yang pas-pasan itu saja tokh masyarakat telah memuliakan dia.

Jika kita datang ke rumah seorang penyanyi pop Indonesia dari jenis kelamin betina, jangan lupa tanyakan berapa jumlah vandel yang dia punyai semenjak teken diri sebagai biduanita pop. Ibu sang penyanyi dengan gratis akan turut jadi gong dalam pembicaraan putrinya. Sang ibu akan menyanjung putrinya itu. Acapkali sang ibu malah lebih ngepop daripada puterinya. Saya pernah memotret seorang penyanyi pop asal Sidoarjo di mana ibunya ujug-ujug tampil minta dipotret juga. Dia langsung berdiri di belakang bunga, lantas action memainkan senyumnya. Nyonya Perancis pun kalah.

Memang, dunia pop kerap kali membuat orang ngenas ketawa. Ia telah merubah orang-orang pop jadi padede, kenes, genit, cengeng, gembeng dan seterusnya. Masyarakat pun terlalu berlebih-lebihan memuliakan mereka, dan mengakibatkan timbulnya semacam kepercayaan dalam anggapan mereka, bahwa apa yang mereka perbuat adalah mulia, dan oleh sebab itu republik harus berterimakasih pada mereka. Saya ingat juga seorang penyanyi pop lainnya dari Semarang yang gambarnya banyak ditempel di dalam iklan-iklan minyak-gosok. Suatu ketika dia muncul di TV. Dia menyanyikan O Little Darling, lagu rock tahun 50-an. Goyang pantatnya sungguh habis-habisan. Rupanya tak ada reserve lagi. Sebegitu jauh, ada sesuatu yang kelihatan sia-sia. Bahwa kendati goyang itu sudah sukses meniru Aretha Franklin, ternyata ada hal-hal yang mengacau perasaan. Yaitu rohaninya tidak mengizinkan untuk menjadi Amerika. Dia tetap Melayu dari latarbelakang social encim-encim.

Pandangan itu saya tulis di majalah. Dan apa kata maminya? “Jangan mengkritk anak saya dong. Dia kan menyanyi untuk masyarakat Indonesia. Mestinya masyarakat Indonesia berterimakasih pada dia,” kata ibunya. Astagfirullahaladim!

Ratusan nona yang maju dalan pertandingan-pertandingan pop, baik yang berada di daerah, maupun di tingkat nasional seperti yang pernah diselenggarakan di Jakarta Theatre atau Convention Hall, rata-rata berangkat berangkat dari titik-tolak mimpi-mimpi seperti itu. Sudah jadi model juga bahwa ke mana-mana mereka pergi untuk memenuhi undangan menyanyi, pasti ibunya ikut juga. Panitia-panitia yang bepengalaman dalam showbiz malahan biasanya menyediakan tiket pesawat sebanyak tiga buah. Satu untuk sang penyanyi, satu untuk sang ibu, dan satunya lagi untuk sang babu.

Di Indonesia sekarang urusan pop ditangani oleh orang Nippon. Mereka punya perusahaan yang meniagakan alat-alat musik. Mereka mendirikan yayasan yang menbuka kursus-kursus untuk memainkan alat-alat musik tadi. Dan setahun sekali mereka menyelenggarakan festival pop tingkat nasional. Dan berhubung ada kata nasional dalam usaha itu, maka itu artinya silakan berbicara kecerewetan pop dengan mengatas-namakan bangsa. Tak heran hasrat anak-anak Indonesia untuk ikut dalam festival itu bukan alang-kepalang besarnya. Rangsangan cukup menggoda, Yaitu pemenangnya akan jadi wakil bangsa dalam festival dunia di Tokyo.

Tapi apa mau dikata. Harapan untuk memberi getaran tentang arti nasional di negeri orang-orang Nippon itu sampai saat ini tumbang melulu. Indonesia tak pernah memasuki final dalam festival itu. Berkali-kali pemusik dan penyanyi pop Indonesia pulang ke tanah airnya dengan gigit jari.

Lagu “Renjana” yang tahun 1976 dibawa ke Tokyo malah mengundang gunjingan. Pertama, lagu itu dibuat oleh seorang putera bekas Presiden Republik Indonesia. Kedua, cara menentukan kemenangan dengan kupon yang dibeli masyarakat dikatakan ada penyelewengan. Ketika lagu itu ternyata gagal, Mus Mualim, suami Titiek Puspa yang menang dua tahun sebelumnya, serta merta mengatakan bahwa “Renjana” terlalu ideal hingga meleset dari selera para juri di Tokyo yang maunya rendah-rendahan. Yang agak arif tentu saja mendengar teori Mus Mualim dengan sedikit harapan agar moga-moga pandangan yang telah dirilis oleh suratkabar itu, tidaklah terlalu banyak salahnya.

Contoh Lagu Populer:

Setengah Mati

mengapa waktu tak pernah berpihak kepadaku

apakah aq terlalu terlalu banyak berkelana

mengapa qta msih saja tak pernah bisa bersatu

selalu saja bertemu

bertemu saat kau milik yang lain

mungkin kau bukanlah jodoh ku bukan takdirku

terus terang

aq merindukanmu,setengah mati merindu

tiada henti merindukanmu

masih hati ku untukmu

aku tetap menunggumu....



Musik Keroncong

musik keroncong adalah nama dari instrumen musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen musik keroncong, flute, dan seorang penyanyi wanita.

Artikel:

Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.

Alat-alat musik

Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa.

Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti

Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup

  • ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong - crong sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
  • ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
  • gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi);
  • biola (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona Itali sekitar tahun 1600 tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang;
  • flute (mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert (suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief Java), sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah, contoh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta);
  • selo; betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam keroncong dimainkan secara khas dipetik/pizzicato;
  • kontrabas (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600 membuatnya;

Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.

Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).

Jenis keroncong

Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.

Perkembangan keroncong masa kini

Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661 [1], dan ini merupakan masa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.

Dan akhirnya musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah pada tahun 1879 [2], di saat penemuan ukulele di Hawai [3] yang segera menjadi alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong), sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun belum berkembang (Bondan Prakoso).

Empat tahap masa perkembangan tersebut adalah[4]

(a) Masa tempo doeloe (1880-1920),
(b) Masa keroncong abadi (1920-1960), dan
(c) Masa keroncong modern (1960-2000), serta
(d) Masa keroncong millenium (2000-kini)

Masa tempo doeloe (1880-1920)

Ukulele ditemukan pada tahun 1879 di Hawaii, sehingga diperkirakan pada tahun berikutnya Keroncong baru menjelma pada tahun 1880, di daerah Tugu kemudian menyebar ke selatan daerah Kemayoran dan Gambir (lihat ada lagu Kemayoran dan Pasar Gambir, sekitar tahun 1913). Komedie Stamboel 1891-1903 lahir di Kota Pelabuhan Surabaya tahun 1891, berupa Pentas Gaya Instanbul, yang mengadakan pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura, dan Malaya lewat jalur kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan meliputi Cerita 1001 Malam (Arab) dan Cerita Eropa (Opera maupun Rakyat), termasuk Hikayat India dan Persia. Sebagai selingan, antar adegan maupun pembukaan, diperdengarkan musik mars, polka, gambus, dan keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu itu Stambul I, Stambul II, dan Stambul III.

Pada waktu itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat nada), di mana Warga Kampung Tugu menyebut sebagai Keroncong Portugis, sedangkan Gesang menyebut sebagai Keroncong Cepat, dan berbaur dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal para musisi Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (perhatikan rekaman Idris Sardi main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M. Sagi). Seperti diketahui bahwa panjang lagu stambul adalah 16 birama, yang terdiri atas:

Stambul I:

Lagu ini misalnya Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O Ina Ni Keke, Bolelebo, dll. dengan struktur bentuk A - B - A - B atau A - B - C - D (16 birama):

  • |I , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
  • |I7, , , |IV, , , |, , V7, |I , , , |
  • |, , , , |V7, , , |, , , , |I , , , ||

[sunting] Stambul II:

Lagu ini misalnya Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV sebagai ciri Stambul II dengan struktur A - B - A - C (16 birama):

  • |I . . . |. . . . |. . . . |IV, , , | (tanda . artinya tacet)
  • |, , , , |, , , , |, , V7, |I , , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , ||
  • Stambul III:

Lagu ini misalnya Kemayoran, di mana mirip dengan Keroncong A sli sehingga sering salah diucapkan dengan Kr. Kemayoran, yang seharusnya Stambul III Kemayoran, dengan struktur Prelude - A - Interlude - B - C (16 birama):

  • Pr|I , , , |, , , , | Prelude 2 birama
  • A1|, , , , |, , , , |
  • A2|II#, , ,|V7, , , | Modulasi 2 birama
  • In|, , , , |IV, , , | Interlude 2 birama
  • B1|, , , , |I , , , |
  • B2|V7, , , |I , , , |
  • C1|, , , , |, , , , |
  • C2|V7, , , |I , , , ||

Musiq Losquin Bugis: Dari periode tempo doeloe ini lahir pula di Makassar bentuk keroncong khas yang dikenal sebagai musiq losquin Bugis, misalnya lagu Ongkona Arumpone yang dinyanyikan oleh Sukaenah B. Salamaki. Irama keroncong ini, tanpa seruling-biola-cello, tapi dengan melodi guitar yang kental, mirip seperti gaya Tjoh de Fretes dari Ambon. Kalau kita hubungkan kesemua ini, maka ada garis kesamaan dengan Orkes Keroncong Cafrino Tugu (Kr. Pasar Gambir) – Orkes Keroncong Lief Java (Kr. Kali Brantas) – Losquin Bugis (Ongkona Arumpone) – Orkes Hawaian Tjoh de Fretes (Pulau Ambon), yaitu gaya era tempo doeloe dengan irama yang cepat tanpa kendangan cello dan dengan guitar melodi yang kental.

Dengarkan Orkest Lief Java, Orkes Keroncong Cafrino Tugu, George de Fretes, dan Orkes Keroncong Restu serta Artis Keroncong lainnya, pada kumpulan Lagu Indonesia di website http://batusura.de/lagu/

Masa keroncong abadi (1920-1960)

Pada masa ini panjang lagu telah berubah menjadi 32 birama, akibat pengaruh musik pop Amerika yang melanda lantai dansa di Hotel2 Indonesia pada waktu itu, dengan musisi didominasi dari Filipina (spt Pablo, Sambayon, dll), dan berakibat juga lagu pada waktu itu telah 32 birama juga, perhatikan lagu Indonesia Raya (1924) pada waktu itu juga sudah 32 birama. Selanjutnya pusat perkembangan beralih ke Solo dan iramanya juga lebih lamban (sekitar 80 untuk seperempat nada). Masa ini lahir para musisi Solo spt Gesang. Lagu Keroncong Abadi terdiri atas:

Langgam Keroncong:

Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam. Alur akord-nya sebagai berikut:

  • Verse A | V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
  • Verse A |V7 , , , | I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |
  • Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV , V , | I , , , | I , , , | II# , , , | II# , , , | V , , ,|
  • Verse A |V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |


Stambul Keroncong:

Stambul Keroncong berbentuk (A-B-A-B') x 2 = 16 birama x 2 = 32 birama, merupakan modifikasi Stambul II yang 16 birama menjadi 32 birama (menyesuaikan standar Keroncong Abadi yang 32 birama). Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama "stambul" diambil dari Istambul di Turki.

Alur akord Stambul Keroncong adalah sbb. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak dibunyikan):

  • |I - - - | - - - - | - - - - |IV , , , | dibuka dg broken chord I utk mencari nada
  • |IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , , |
  • |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
  • |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |
  • |I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , | 16 birama ini pengulangan dari 16 birama pertama atau sama
  • |IV , , , |IV , , , |IV , V , |I , , , |
  • |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
  • |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |

Keroncong Asli

Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - B'. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga. Keroncong asli diawali oleh voorspel atau prelude, atau intro yang diambil dari baris 7 (B3) mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar; dan tussenspel atau interlude atau intermezzo di tengah-tengah setelah modulasi/modulatie/modulation yang standar untuk semua keroncong asli: Alur akordnya seperti tersusun di bawah ini:

  • Pr |V , , , |I , I7 , |IV , V7 , |I , , , | Prelude 4 birama diambil dari baris ke-7 (B3)
  • (A1) | I , , , | I , , , | V , , , | V , , , |
  • (A2) |II# , , , | II# , , , | V , , , | Modulasi merupakan ciri keroncong asli sebanyak 4 birama
  • In |V , , , | V , , , | V , , , |IV , , , | Interlude 4 birama untuk semua lagu menjadi standar
  • (B1) | IV , , ,| IV , , ,|V7 , , , | I , , , |
  • (B2) |I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , I7 , |
  • (B3) |IV , V7 , |I , I7 , | IV , V7 , |I , , , |
  • (B2) | I , , , | V7 , , , | V7 , , ,| I , , , |

Kadensa Keroncong Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Pada Masa Keroncong Abadi dikenal rangkaian penutup I7-IV-V7-I.

  1. Kadensa dengan rangkaian V7-I disebut sebagai Kadensa Sempurna, karena sempurna menutup rangkaian tersebut dan terasa berhenti sempurna.
  2. Tetapi kalau akord X-V7 menjadi akhir rangaian, maka disebut Kadensa Tidak Sempurna atau Setengah Kadensa, misalnya rangkaian Super Tonik - Dominan Septim.
  3. Kalau rangkaian harmoni diakhiri pada X-VI, maka disebut Kadensa Terputus, misalnya Doninan Septim - Submedian.
  4. Dalam rangkaian IV-I disebut Kadensa Plagal, mempunyai sifat sendu seperti kalau kita mengucap "Amin" dalam salat.
  5. Lagu kunci minor ditutup pada kunci mayor, disebut Tierce de Piecardy, jadi sebenarnya bukan kadensa, namun biasanya dipakai dalam akhir lagu
  6. Kadensa Keroncong, khusus dikembangkan dalam musik keroncong, yaitu rangkaian harmoni I7-IV-V7-I

Ismail Marzuki (1914-1958) Komponis Ismail Marzuki termasuk hidup dalam Era Keroncong Abadi, namun lagu-lagunya sangat modern pada zamannya, misalnya Sepasang Mata Bola ditulis dalam kunci minor sehingga dapat dinyanyikan dengan iringan keroncong seperti keroncong beat (1958).

Gambang Keromong Gambang Keromong adalah salah satu gaya keroncong yang dikembangkan oleh Etnis Tionghoa (gambang adalah alat musik bilah kayu seperti marimba, sedangkan keromong adalah istilah lain dari kempul) yang dikembangkan tahun sekitar 1949 di Jakarta (tanjidor), namun kemudian berkembang di Semarang (ingat lagu Gambang Semarang - Oey Yok Siang). Sebenarnya Gambang Keromong yang lahir di Masa Keroncong Abadi 1920-1960 adalah cikal bakal Campursari yang lahir pada Masa Keroncong Modern.

Masa keroncong modern (1960-2000)

Perkembangan keroncong masih di daerah Solo dan sekitarnya, namun muncul berbagai gaya baru yang berbeda dengan Masa Keroncong Abadi (termasuk musisinya), dan merupakan pembaruan sesuai dengan lingkungannya.

Langgam Jawa

Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini. Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Tahun 1968 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.

Umumnya mempunyai struktur lagu pop yaitu A - A - B - A atau juga A - B - C - D dangan jumlah 32 birama. Lagu Langgam Jawa yang terkenal di tahun 1958 adalah ciptaan Anjar Any (1936-2008): Yen Ing Tawang Ana Lintang (Tawang dalam Bahasa Jawa berarti: awang-awang, langit, dan makna lain nama suatu desa di Magetan, Kalau di Langit Ada Bintang). Langgam Jawa menjadi terkenal oleh Waljinah yang pernah sebagai juara tingkat sekolah SMP di RRI Solo tahun 1958. Keroncong Beat

Dimulai oleh Yayasan Tetap Segar pimpinan Rudy Pirngadie, di Jakarta pada tahun 1959 dan bisa mengiringi lagu barat pop (mau melangkah lebih bersifat universal). Pada waktu itu Idris Sardi ikut tur ke New York World's Fair Amerika Serikat dengan biola tahun 1964 dengan maksud mau memperkenalkan lagu pop barat (I left my heart in San Fransico, pada waktu itu tahun 1964 lagu ini merupakan salah satu hit di dunia) dengan iringan keroncong beat, namun dia kena denda melanggar hak cipta akibat tanpa izin.

Dengan Keroncong Beat maka berbagai lagu (bukan dengan rangkaian harmoni keroncong, termsuk kunci Minor) dapat dinyanyikan seperti La Paloma, Monalisa, Widuri, Mawar Berduri, dll.

Contoh Lagu Keroncong:

Bengawan Solo

Artist: Gesang
Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi...
Perhatian insani

Musim kemarau
Tak seberapa airmu
Dimusim hujan air..
Meluap sampai jauh

Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribu
Air meluap sampai jauh
Dan akhirnya ke laut

Itu perahu
Riwayatnya dulu
Kaum pedagang selalu...
Naik itu perahu